BDS SELAYAR | BENTENG — Komite I DPD RI menemukan paling tidak ada 8 (delapan) permasalahan dalam implementasi Undang-Udang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Adanya Perangkat Desa yang kurang memahami Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi); pemberhentian dan pengangkatan perangkat Desa yang baru tanpa melalui prosedur dan mengabaikan kompetensi; minimnya pengetahun BPD dan LKD dalam menjalankan Tupoksinya; BUMDesa belum optimal mengangkat ekonomi Desa; pengaturan honorarium bagi BPD; Dukungan APBD Kabupaten/Kota masih minim khususnya dalam penetapan Batas Desa; Regulasi keuangan Desa sering terlambat; dan Serapan Dana Desa 2023 masih belum optimal.
Temuan tersebut didapat dari hasil Kunjungan Kerja Komite I ke Sumatera Utara dalam rangka Pengawasan atas pelaksanaan UU Desa. Bertempat di Aula I Kantor Gubenur Sumut, Komite I dterima oleh Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Dr. Agus Tripriyono yang Wakajati Sumut, Kapoksahli Pangdam I Bukit Barisan Sumut. Sementara Komite I dipimpin oleh Senator Damansyah Husein. Hadir juga Wakil Ketua DPD RI, Letjen TNI Marinir (Purn) Dr. Nono Sampono. Anggota Komite I yang ikut antara lain; Senator Muh. Nuh (Sumut); Fachrul Razi (Aceh); Misharti (Riau); Richard Homonangan Pasaribu (Kepri); Ahmad Kanedy (Bengkulu); Ahmad Bastian (Lampung); Dailami Firdaus (Jakarta); Abdul Khalik (Jateng); Himy Muhammad (Yogyakarta); Nanang Sulaiman (Kaltim); Muh. Rakhman (Kalteng); dan Abraham Liyanto (NTT). Pertemuan dihadiri oleh sejumlah Kepala Dinas (Kadis) seperti Inspektorat, Kadis Pariwisata, Kadis PMD dan Dukcapil, Kadis Pemerintahan Daerah, perwakilan Kapolda Sumut, dan sejumlah Forkompimda.
Hasil Kunjungan Kerja dalam rangka Evaluasi 9 (Sembilan) tahun UU Desa tersebut menyimpulkan beberapa poin penting terkait dengan pelaksanaan UU Desa di Sumatera Utara yang memilki 5.417 Desa. Beberapa yang patut menjadi catatan dan menjadi bagian dari pengawasan UU Desa adalah berkaitan dengan:
Pertama, bahwa Perangkat Desa masih kurang memahami Tupoksinya sebagai Aparatur yang menjalankan tugas Pembangunan dan pembinaan masyarakat Desa, sehingga kreatifitas dalam menentukan arah pembangunan sesuai dengan kearifan lokal belum berjalan sebagaimana Ddharapkan. Kedua, pengisian (pemberhentian dan pengangkatan) perangkat Desa yang baru belum berdasarkan kompetensi dan prosedur yang ada. Ketiga, minimnya pengetahuan BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) Tupoksinya membuat Pemerintah Desa tidak dapat bekerja secara optimal dalam melaksanakan pembangunan. Keempat, pemanfaatan potensi dan aset Desa (BUMdesa) untuk peningkatan eknonomi masyarakat di Desa masih belum optimal karena keterbatasan SDM pengelola BUMDesa.
Kelima, dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi BPD dalam menjalankan Tupoksinya, maka perlu diatur secara jelas pemberian honorariumnya. Keenam, dukungan APBD Kabupaten/Kota terhadap penetapan dan penegasan batas Desa yang masih minim membuat dari 33 Kab/Kota hanya 2 Kab/Kota yang memiliki Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Ketujuh, keuangan Desa yang sumbernya dari Dana Desa, kebijakan dan regulasinya sering terlambat dan sering berubah sehingga tidak dapat cepat disikapi karena minimnya kapasitas pengelola. Kedelapan, Serapan Dana Desa di Sumut sampai saat ini baru mencapai 25,66% dikarenakan lambatnya Pemerintah Kabupaten/Kota mengalokasikan ADD dalam APBD Kabupaten/Kota dan lambatnya penetapan Perdes tentang APBDesa karena kurang sejalannya Kepala Desa denga BPS serta minimnya SDM pengelola keuangan Desa yang sangat bergantung pada Pendamping Lokal Desa.
Selain itu, juga terdapat beberapa masukan yang patut diiperhatikan antara lain kapitalitasi politik pedesaan yang mereduksi kearifan lokal; regulasi yang terlalu rigit (Juklat/Juknis); pendampingan Desa yang tidak optimal karena hanya untuk pengelolaan keuangan Desa; moralitas Kades akibat Kapitalisasi Desa; adabta bisnis keluarga terhadap pelaksanaan program pembangunan di Desa; masa jabatan Kepala Desa 10 Tahun; memastikan 1 kewenangan kementerian/lembaga yang mengurusi Desa; satu sistem untuk pengelolaan keuangan desa, pembinaan dan pengawasan; tanggung jawab pembinaan Aparatur Desa; dan pengaduan masyarakat (Dumas) yang ditangai APH.
Dialog yang berlangsung dalam suasa hangat dan obyektif ini ini berakhur pada pukul 13.00 dengan suatu pernyataan penutup dari Senator Darmansyah yang menyatakan bahwa aspek-aspek sosiologis pedesaan harus benar-benar dirawat, jangan sampai pemerintah mengatur akan tetapi mematikan kearifan lokal. Sementara Wakil Ketua DPD RI mengapresiasi pengembangan wisata berbasis Desa dan perlu untuk terus ditingkatkan dalam rangka mensejahteakan masyarakat Desa. (R)